·
Pengertian Negara dan
Penjelasannya
Pengertian Negara juga
merupakan sebuah wilayah didalamnya terdapat sebuah aturan yang harus diikuti
oleh setiap individu didalam wilayah tersebut. Apabila ada individu didalamnya
tidak mematuhinya maka Individu tersebut merupakan warga negara yang tidak
baik. Syarat sebuah negara terbentuk adalah apabila sebuah negara memiliki
rakyat didalamnya dan wilayah yang dikuasainya. Selain itu juga memiliki
pemerintahan yang berdaulat didalam negara tersebut. Hal tersebut disebut
syarat sebuah negara secara primer. Sedangkan syarat negara secara sekunder
adalah negara tersebut mendapat pengakuan dari negara lain.
Negara Indonesia merdeka dan
diakui menjadi sebuah negara setelah Indonesia diakui oleh negara-negara lain.
Dan karena sudah diakui kedaulatannya maka penjajah seperti Belanda dan Jepang
sudah tidak bisa lagi menjajah Indonesia. Negara Indonesia mempunyai wilayah
yang luas dari aspek daratan maupun perairannya.
Sebenarnya negara di dunia ini
jumlahnya tidak ada yang tau jumlah pastinya, karena ada negara yang
kedaulatannya masih diragukan dan masih belum jelas sebagai negara resmi.
Sebuah negara yang sudah berdiri harus bisa mengakui HAM(Hak Asasi Manusia)
masyarakat yang ada didalamnya. Apabila hal ini tidak ada maka negara tersebut
masih sifatnya belum sebagai negara yang resmi. Selain itu negara harus sudah
mempunyai keamanan, kesetaraan dan kemerdekaan. Keamanan disini maksudnya
adalah militer yang mampu menjaga negara tersebut dari hal-hal yang tidak diinginkan
misalnya seperti penjajahan, perang serta pencurian wilayah. Kesetaraan disini
dimaksudkan bahwa sebuah negara harus memiliki hal yang setara dengan negara
lain, atau bisa disebut persaingan dalam hal ekonomi dan sistem pemerintahan.
Apabila hal tersebut belum bisa tercapai maka negara itu masih belum layak
menjadi sebuah negara. Dan yang terakhir adalah kemerdekaan, kemerdekaan adalah
hal yang paling mutlak dilakoni oleh negara agar negara bisa disebut sebagai
negara yang mutlak.
·
Pengertian Negara
Pengertian Negara dibagi
menjadi negara maju, negara berkembang dan negara terbelakang. Negara maju
yaitu sebuah negara yang apabila dilihat dari berbagai aspek seperti ekonomi,
pemerintahan, dan aspek lainnya sudah maju. negara maju adalah negara yang tingkat
kesejahteraan rakyatnya sudah sangat maju. Mampu bersaing melebihi
negara-negara lain. Sedang negara berkembang adalah sebuah negara yang tingat
kesejahteraan rakyatnya rendah dan masih terdapat problem-problem ekonomi.
Selain itu dari aspek pembangunannya juga bisa dibilang rendah dibandingkan
negara maju. Negara terbelakang adalah sebuah negara dengan kondisi
pembangunan, pemerintahan dan tingkat kesejahteraan rakyat didalamnya masih
buruk. Biasanya negara terbelakang sangat mudah apabila dijajah, karena masih
sangat rentan dengan tindakan negara lain.
Sesungguhnya pembagian negara
menjadi sebutan negara maju, negara berkembang dan negara terbelakang itu tidak
ada pasal-pasal yang mengaturnya. Pembagian itu hanya sebuah pengelompokan
negara-negara yang layak disebut sebagai negara maju, negara berkembang dan
negara terbelakang. Pembagian itu juga hanya untuk memudahkan dalam melihat
statistik perkembangan sebuah negara saja. Dari negara-negara itu yang ada
diseluruh dunia membentuk sebuah perserikatan yang disebut sebagai PBB atau
perserikatan bangsa-bangsa. Menurut Wikipedia, Kofi Annan mantan Sekjen PBB
mengemukakan bahwa negara berkembang itu adalah sebuah negara dimana
rakyat-rakyatnya bisa hidup bebas dan hidup dilingkungan yang aman.
Hal yang terpenting dari sebuah
negara adalah menjalin sebuah kerjasama yang baik dengan negara tetangga.
Apabila hal ini tidak terjalin baik tidak menutup kemungkinan akan adanya
perang negara tetangga. Tentu hal ini bisa merugikan negara itu sendiri.
Kerjasama bisa terjalin melalui ajang kompetisi seperti lomba bulutangkis,
pengiriman duta dari negara lain, dan masih banyak lagi contoh kerjasama yang
bisa dilakukan. Negara harus memiliki ciri khas budaya sendiri supaya tidak
mendapatkan klaim dari negara lain. Apabila budaya sudah diakui oleh PBB maka
kita tinggal menjaganya dan melestarikan budaya tersebut.
·
Pengertian Warga Negara
Pengertian Warga negara
diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang
menjadi unsur negara serta mengandung arti peserta, anggota atau warga dari
suatu negara, yakni peserta dari suatu perssekutuan yang didirikan dengan
kekuatan bersama.
Dalam konteks Indonesia, istilah
warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dimaksud untuk bangsa Indonesia
asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara
Indonesia.
Dalam pasal 1 UU No. 22/1958
bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan
perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan
yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara
Republik Indonesia.
Warganegara
Indonesia menurut Pasal 4 UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI
adalah:
a.
Setiap orang yang berdasarkan peraturan per – undang-undangan dan atau berdasarkan
perjanjian pemerintah RI dengan negara lain sebelum UU ini berlaku sudah
menjadi WNI.
b.
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI.
c.
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA.
d.
Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI.
e.
Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi
ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara ayahnya tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
f.
Anak yang baru lahir dan ditemukan di wilayah negara RI selama ayah dan ibunya
tidak diketahui.
g.
Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara RI dari seorang ayah dan Ibu WNI
yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaan kepada anak yang bersangkutan.
h.
Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Dahulu istilah warga negara seringkali disebut hamba atau kawula
negara yang dalam bahasa inggris (object) berarti orang yang memiliki dan
mengabdi kepada pemiliknya.
AS Hikam mendifinisikan bahwa warga negara yang merupakan terjemahan dari
citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu
sendiri.
Sedangkan Koerniatmanto S, mendefinisikan warga negara dengan anggota negara.
Sebagai anggota negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus
terhadap negaranya.Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal
balik terhadap negaranya.
Dalam
konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26)
dikhususkan untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan
undang-undang sebagai warga negara. Dalam pasal 1 UU No. 22/1958 bahwa warga
negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan
perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan
yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik
Indonesia.
·
Tugas Negara Secara Umum
a. Tugas
Esensial
Tugas
esensial Negara adalah mempertahankan Negara sebagai organisasi politik yang
berdaulat. Tugas ini menjadi tugas Negara (memelihara perdamaian, ketertiban,
dan ketentraman dalam Negara serta melindungi hak milik dari setiap orang) dan
tugas eksternal (mempertahankan kemerdekaan Negara). Tugas esensial sering
tugas asli dari Negara sebab dimiliki oleh setiap pemerintah Negara di seluruh
dunia.
b. Tugas
Fakultatif
Tugas
fakultatif Negara diselenggarakan oleh Negara untuk dapat memperbesar
kesejahteraan umum baik moral, intelektual, sosial, maupun ekonomi. Misalnya,
memelihara kesejahteraan fakir miskin, kesehatan, dan pendidikan rakyat.
·
Sifat-Sifat Negara
1. Sifat memaksa : agar peratura
perundang-undangan di taati dan dengan demikian penertiban dalam masyarakat
tercapi serta timbulnya anarki dicegah. Maka negara memiliki sifat memaksa
dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara lega.
2. Sifat Monopoli
: Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari
masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa suatu aliran ke
percayaan atau aliran politik tertentu di kurangi hidup dan disebarluaskan oleh
karena dianggap bertentang dengan tujuan masyarkat.
3. Sifat mencakup semua (all encompassing, all
embracing). Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang
tanpa terkecuali
·
Bentuk Negara
Bentuk negara yang terpenting dan banyak dianut berbagai negara di dunia, dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
1. Negara
Kesatuan dan;
2. Negara
Serikat.
Negara Kesatuan : Adalah
negara yang kekuasaan untuk mengurus seluruh pemerintahan ada ditangan
pemerintah pusat atau negara yang pemerintah pusatnya memegang/mengendalikan
kedaulatan sepenuhnya baik kedalam maupun keluar. Negara kesatuan memiliki
ciri–ciri yaitu hanya ada satu UUD, satu kepala negara, satu kabinet, satu
parlemen.
Negara
kesatuan ada 2 (dua) macam :
1. Negara
kesatuan sistem Sentralisasi.
2. Negara
kesatuan sistem Desentralisasi.
Negara Kesatuan
Sistem Sentralisasi
: Adalah negara kesatuan yang semua urusan pemerintahannya diatur dan diurus
oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya tinggal melaksanakan saja semua
kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah pusat. Contoh : Jerman pada masa
Hitler.
Negara Kesatuan
sistem Desentralisasi
: Adalah negara kesatuan yang semua urusan pemerintahannya tidak diurus
sepenuhnya oleh pemerintah pusat, melainkan sebagian urusan pemerintahannya
didelegasikan atau diberikan kepada daerah–daerah untuk menjadi urusan rumah
tangga daerah masing–masing. Dalam negara kesatuan sistem desentralisasi daerah
berstatus sebagai daerah otonom. Contoh Indonesia berdasarkan ketentuan pasal
18 UUD 1945 menganut sistem desentralisasi.
Negara Serikat : Adalah suatu negara yang
terdiri dari beberapa negara bagian dengan pemerintah pusat (federal) yang
menyelenggarakan kedaulatan keluar, sedangkan kedaulatan kedalam tetap ada pada
pemerintah negara bagian.
Dalam
negara serikat ada dua macam Pemerintahan yaitu :
Pemerintah Federal : Biasanya pemerintah
federal mengurusi hal–hal yang berhubungan dengan hubungan luar negeri,
keuangan, pertahanan negara dan pengadilan.
Pemerintah negara
bagian : Di
dalam negara serikat, setiap negara bagian diperkenankan memiliki Undang–Undang
Dasar, Kepala negara, Parlemen dan Kabinet sendiri.
Contoh
negara serikat : AS, Australia, Kanada, Swiss, Indonesia masa KRIS 1949.
Persamaan antara negara kesatuan sistem desentralisasi dengan negara serikat :
Keduanya
pemerintah pusatnya sama–sama memegang kedaulatan keluar. Daerah–daerah
bagiannya sama–sama mempunyai hak otonom.
·
Hak dan Kewajiban Negara
Hak dan kewajiban negara terhadap
warga negara pada dasarnya merupakan kewajiban dan hak warga terhadap negara. Beberapa
contoh kewajiban negara adalah kewajiban negara untuk menjamin sistem hukum
yang adil, kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara , kewajiban
negara untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat, kewajiban
negara memberi jaminan sosial, kewajiban negara memberi kebebasan beribadah. Beberapa
contoh hak negara adalah hak negara untuk ditaati hukum dan pemerintahan , hak
negara untuk dibela, hak negara untuk menguasai bumi air dan kekeyaan untuk
kepentingan rakyat.
Dalam deretan pasal-pasal beserta
ayat-ayatnya UUD 1945 secara jelas mencantumkan hak serta kewajiban negara atas
rakyatnya yang secara jelas juga harus dipenuhi melalaui tangan-tangan trias
politica ala Monteqeiu. Melalui tangan Legeslatif suara rakyat tersampaikan,
melalui tangan eksekutif kewajiban negara, hak rakyat, dipenuhi, dan di tangan
yudikatif aturan-aturan pelaksanaan hak dan kewajiban di jelaskan. Idealnya
begitu, tapi apa daya sampai sekarang boleh di hitung dengan sebelah tangan
sedah berapa jauh negara menjalankan kewajibannya. Boleh dihitung juga berapa
banyak negara menuntut haknya. Bukan hal yang aneh ketika sebagian rakyat
menuntut kembali haknya yang selama ini telah di berikan kepada negara sebagai
jaminan negara akan menjaga serta menjalankan kewajibannya. Negara sebagai
sebuah entitas dimana meliputi sebuah kawasan yang diakui (kedaulatan),
mempunyai pemerintahan, serta mempunyai rakyat. Rakyat kemudian memberikan
sebagian hak-nya kepada negara sebagi ganti negara akan melindunginya dari
setiap mara bahaya. serta berkewajiban untuk mengatur rakyatnya. Hak-hak rakyat
tadi adalah kewajiban bagi sebuah negara. Hak untuk hidup, hak untuk
mendapatkan kerja serta hak-hak untuk mendapatkan pelayanan umu seperti
kesehatan, rumah,dan tentunya hak untuk mendapatkan pendidikan. Semuanya itu
harus mampu dipenuhi oleh negara, karena itulah tanggung jawab negara., kalau
hal itu tak bisa dipenuhi oleh sebuah negara maka tidak bisa disebut sebuah
negara.
Dalam UU No 7 tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air misalnya, di bagian menimbang sudah di jelaskan atas nama
demokrasi, desentralisasi dan keterbukaan maka pengolahan sumber daya air,
masyarkat dapat berperan penuh. Artinya secara tidak langsung sekelompok
masyarakat atau satu orang, bisa kemudian memiliki sumber daya air dan
menggunakannya untuk kepentingannya sendiri. Padahal di pasal 33 UUD 1945
disebutkan bahwa segala macam sumber daya yang menyangkut kepentingan hajat
hidup orang banyak (air, udara, maupu sumber udara alam lainnya) dikuasai oleh
negara dan digunakan untuk kepentingan umum. Dapat dibayangkan jika nanti kita
akan membeli air yang mengalir di sampin rumah kita, atau bahkan tidak boleh
menampung air hujan karena itu adalah hasil penguapan sebuah danau yang telah
dimiliki sekelompok atau satu orang saja.
Adapun dalam hal kebutuhan pokok
kolektif (pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan), semua itu menjadi
tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab setiap individu rakyat. Karena itu,
tidak selayaknya Pemerintah membebankan pemenuhan kebutuhan pokok terhadap
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan kepada rakyat; baik pengusaha
maupun buruh. Pengusaha tidak selayaknya dibebani dengan kewajiban untuk
menyediakan jaminan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan-meskipun ia
boleh melakukannya jika mau, apalagi jika itu telah menjadi bagian dari akadnya
dengan buruh. Yang terjadi saat ini, pengusaha justru sering dibebani oleh
beban-beban seperti di atas yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah.
·
HAK DAN KEWAAJIBAN WARGA NEGARA :
1.
Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan
negara pada umumnya berupa peranan (role).
2.
Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia
tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.
Hak
Warga Negara Indonesia :
-
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
-
Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
-
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah (pasal 28B ayat 1).
-
Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang”
-
Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi
meningkatkan
kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
-
Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
-
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan
yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
-
Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak,
hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban Warga
Negara Indonesia :
-
Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi :
segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
-
Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan
: setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan
negara”.
-
Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap
orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
-
Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J
ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
-
Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Hak
dan Kewajiban telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan 30, yaitu
:
1.
Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan undang-undang.
2.
Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam
hukum
dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat
(2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
3.
Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4.
Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan
undang-undang.
Sumber
:
·
Pengertian
Hukum
Hukum
adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan hidup suatu masyarakat yang
bersifat kendalikan, mencegah, mengikat, memaksa.Dinyatakan atau dianggap
sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat
tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh
penguasa tersebut.
Dengan
kata lain Hukum merupakan serangkaian aturan yang berisi perintah ataupun
larangan yang sifatnya memaksa demi terciptanya suatu kondisi yang aman,
tertib, damai dan tentram,serta terdapat sanksi bagi siapapun yang
melanggarnya.Tujuan darinhukum mempunyai sifat universal
seperti ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan
kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka
tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk
menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya
sendiri.
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai pengertian hukum
1. Mayers menjelaskan bahwa hukum itu adalah semua aturan yang menyangkut
kesusilaan dan ditujukan terhadap tingkah laku manusia dalam masyarakat serta
sebagai pedoman bagi penguasa Negara dalam melaksanakan tugasnya.
2. Utrecht berpendapat bahwa hukum adalah himpunan perintah dan larangan untuk
mencapai ketertiban dalam masyarakat dan oleh karenanya masyarakat harus
mematuhinya.
3. Simorangkir mengatakan bahwa hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa
dan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat yang dibuat oleh
lembaga berwenang serta bagi sapa saja yang melanggarnya akan mendapat hukuman.
4. Sudikno Mertokusuro menyatakan bahwa hukum adalah sekumpulan
peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama,
keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama
yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
5. Achmad Ali menyatakan hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar
dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang
dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis
yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan
dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut.
Sifat-sifat hukum
Dengan demikian, hukum itu mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Hukum itu
mengatur tingkah laku manusia dalam bermasyarakat. Hukum itu juga dapat memaksa
tiap-tiap orang untuk mematuhi tata tertib atau peraturan dalam kemasyarakatan.
Sehingga bila terdapat orang yang melanggarnya dapat dikenakan sanksi yang
tegas terhadap siapapun yang tidak menaatinya.
Tetapi mungkin banyak yang bertanya-tanya, mengapa masih banyak orang yang
melanggar hukum tetapi tidak dikenakan sanksi. Kami akan sedikit memberikan
penjelasan mengenai hukum yang berlaku di Indonesia saat ini.
Hukum di Indonesia ini terbentuk atau ada dengan mengadopsi sebagian besar
hukum Belanda. Hukum Belanda sendiri mengadopsi dari hukum di negara Perancis.
Hukum Perancis menjiplak Hukum yang berlaku di zaman Romawi terdahulu. Mungkin
Anda bertanya-tanya mengapa demikian. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari faktor
penjajahan oleh negara lain, yakni berlakulah azas konkordasi. Azas konkordasi
adalah azas yang menyatakan bahwa ketentuan perundang-undangan negara penjajah
berlaku pula di negara yang dijajahnya.
Tetapi bukankah kita telah lepas dari penjajahan Belanda, mengapa kita masih
mengadopsi hukum Belanda. Hal inilah yang sebenarnya menjadi tugas para ahli
hukum di Indonesia. Pendapat kami sementara ini adalah hukum di Indonesia yang
mengadopsi hukum Belanda adalah sebagian besar dari hukum yang ada di
Indonesia. Misalnya KUHPidana, KUHPerdata dan lain-lain. Dapat dikatakan
tidaklah mudah untuk mengubah suatu sistem yang berlaku begitu lama dengan
waktu yang singkat. Akan tetapi kami yakin suatu saat nanti hukum yang berlaku
di Indonesia seperti hukum pidana, perdata, dagang benar-benar dibuat oleh
orang Indonesia sendiri.
Sumber-sumber hukum
PENGERTIAN
Terdapat beberapa pengertian tentang sumber hukum :
Sumber hukum: segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dsb yang
dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu.
(KBBI, h. 973).
Menurut Zevenbergen, sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum; atau sumber
yang menimbulkan hukum.
C.S.T. Kansil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala
apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang
tegas dan nyata. Yang dimaksudkan dengan segala apa saja, adalah faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum. Sedang faktor-faktor yang merupakan
sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya ialah, dari mana hukum
itu dapat ditemukan , dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari
atau di mana hakim dapat menemukan hukum sebagai dasar dari putusannya.
Menurut Achmad Ali sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat menemukan
hukum. Namun perlu diketahui pula bahwa adakalanya sumber hukum juga sekaligus
merupakan hukum, contohnya putusan hakim.
MACAM (PEMBEDAAN) SUMBER-SUMBER HUKUM
Beberapa pakar secara umum membedakan sumber-sumber hukum yang ada ke dalam
(kriteria) sumber hukum materiil dan sumber hukum formal, namun terdapat pula
beberapa pakar yang membedakan sumber-sumber hukum dalam kriteria yang lain,
seperti :
a. Menurut Edward Jenk , bahwa terdapat 3 sumber hukum yang biasa ia sebut
dengan istilah “forms of law” yaitu :
1. Statutory;
2. Judiciary;
3. Literaty.
b. Menurut G.W. Keeton , sumber hukum terbagi atas :
1. Binding sources (formal), yang terdiri :
- Custom;
- Legislation;
- Judicial precedents.
2. Persuasive sources (materiil), yang terdiri :
- Principles of morality or equity;
- Professional opinion.
SUMBER HUKUM MATERIIL & SUMBER HUKUM FORMAL
Pada umumnya para pakar membedakan sumber hukum ke dalam kriteria :
a. Sumber hukum materiil; dan
b. Sumber hukum formal.
Menurut Sudikno Mertokusumo , Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana
materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu
pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi
social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian
ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan
geografis, dll.
Sedang Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu
peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara
yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai
sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan
kebiasaan.
SUMBER HUKUM FORMAL
Sumber hukum formal adalah sumber hukum dari mana secara langsung dapat
dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber hukum
formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif, dan
bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan
asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut.
Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi
aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi
sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.
Yang termasuk Sumber-sumber Hukum Formal adalah :
a. Undang-undang;
b. Kebiasaan;
c. Traktat atau Perjanjian Internasional;
d. Yurisprudensi;
e. Doktrin.
1. Undang-undang :
Undang-undang di sini identik dengan hukum tertutlis (ius scripta) sebagai
lawan dari hukum yang tidak tertulis (ius non scripta). Pengertian hukum
tertulis sama sekali tidak dilihat dari wujudnya yang ditulis dengan alat
tulis.. dengan perkataan lain istilah tertulis tidak dapat kita artikan secara
harfiah, namun istilah tertulis di sini dimaksudkan sebagai dirumuskan secara
tertulis oleh pembentukan hukum khusus (speciali rechtsvormende organen).
Undang-undang dapat dibedakan atas :
a. Undang-undang dalam arti formal, yaitu keputusan penguasa yang dilihat dari
bentuk dan cara terjadinya sehingga disebut undang-undang. Jadi undang-undang
dalam arti formal tidak lain merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh
sebutan undang-undang karena cara pembentukannya.
b. Undang-undang dalam arti materiil, yaitu keputusan atau ketetapan penguasa,
yang dilihat dari isinya dinamai undang-undang dan mengikat setiap orang secara
umum.
2. Kebiasaan :
Dasarnya : Pasal 27 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia mengatur bahwa: hakim sebagai penegak hukum
dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat.
Dalam penjelasan otentik pasal di atas dikemukakan bahwa dalam masyarakat yang
masih mengenal hukum yang tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan
peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di
kalangan rakyat. Untuk itu ia harusterjun ke tengah-tengah masyarakatnya untuk
mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang
sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
3. Traktat atau Perjanjian Internasional :
Perjanjian Internasional atau traktat juga merupakan salah satu sumber hukum
dalam arti formal. Dikatakan demikian oleh karena treaty itu harus memenuhi
persyaratan formal tertentu agar dapat diterima sebagai treaty atau perjanjian
internasional.
Dasar hukum treaty: Pasal 11 ayat (1 & 2) UUD 1945 yang berisi :
(1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain;
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan
akibat yang luasdan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan Negara, dan /atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan DPR.
4. Yurisprudensi :
Pengertian yurisprudensi di Negara-negara yang hukumnya Common Law (Inggris
atau Amerika) sedikit lebih luas, di mana yurisprudensi berarti ilmu hukum.
Sedangkan pengertian yurisprudensi di Negara-negara Eropa Kontinental (termasuk
Indonesia) hanya berarti putusan pengadilan. Adapun yurisprudensi yang kita
maksudkan dengan putusan pengadilan, di Negara Anglo Saxon dinamakan preseden.
Sudikno mengartikan yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya, yaitu
pelaksanaan hukum dalam hal konkret terhadap tuntutan hak yang dijalankan oleh
suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh suatu Negara serta bebas
dari pengaruh apa atau siapa pundengan cara memberikan putusan yang bersifat
mengikat dan berwibawa.
Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa di samping itu yurisprudensi dapat
pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam putusan. Juga
yurisprudensi dapat berarti putusan pengadilan.
Yurisprudensi dalam arti sebagai putusan pengadilan dibedakan lagi dalam dua
macam :
a. Yurisprudensi (biasa), yaitu seluruh putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan pasti, yang terdiri dari :
1) Putusan perdamaian;
2) Putusan pengadilan negeri yang tidak di banding;
3) Putusan pengatilan tinggi yang tidak di kasasi;
4) Seluruh putusan Mahkamah Agung.
b. Yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie), yaitu putusan hakim yang selalu
diikuti oleh hakim lain dalam perkara sejenis.
5. Doktrin :
Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber hukum,
terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar tersebut.
Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga
dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang
paling penting.
Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam perkara
perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum utama, yaitu
pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan sebagainya.
Sumber
:
Tugas 2C
Persamaan
Kedudukan Warga Negara di depan Hukum
Mengapa meskipun secara kultural
maupun yuridis formal banyak jaminan persamaan kedudukan warga negara tetapi
dalam kenyataannya banyak terjadi penyimpangan atau pelanggaran? Bagaimana
upaya penegakannya?
Kita sebagai warga negara
memiliki hak dan kewajiban yang sama serta jaminan persamaan kedudukan di depan
hukum yang tertulis dan dilindungi oleh Undang-Undang. Setiap orang berhak
memperoleh haknya namun juga wajib melaksanakan kewajibannya.
Namun, masih banyak warga negara
yang tidak sadar akan hak dan kewajibannya serta kedudukannya sebagai warga
negara. Karena ketidaksadaran masyarakat mereka tanpa sengaja ataupun disengaja
melakukan berbagai pelanggaran. Pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan
tersebut juga merupakan bukti bahwa masyarakat kita kurang sadar akan hukum
yang berlaku di Indonesia. Jika mereka sadar akan hukum, mereka akan bertindak
sesuai hukum, tidak akan menyalahi aturan hukum karena di dalam hukum sudah
jelas tertulis dan bagi pelanggarnya juga dapat terjerat hukum dan selanjutnya
akan diadili menurut proses hukum yang berlaku.
Dibawah
ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban sebagai warga negara:
Hak
sebagai warga negara menurut Undang-Undang Dasar 1945:
1.
meyatakan diri sebagai warga negara dan penduduk Indonesia atau ingin menjadi
warga negara suatu negara (pasal 26)
2.
bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
3.
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
4.
kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran lisan dan tertulis
(pasal 28)
5.
mempertahankan hidup dan kehidupannya sebagai hak asasi manusia (pasal 28 A)
6.
jaminan memeluk salah satu agama dan pelaksanaan ajaran agamanya masing-masing
(pasal 29 ayat 2)
7.
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30)
8.
mendapat pendidikan (pasal 31)
9.
mengembangkan kebudayaan nasional (pasal 32)
10.
berhak dalam mengembangkan usaha-usaha bidang ekonomi (pasal 33)
11.
memperoleh jaminan pemeliharaan dari pemerintah sebagai fakir miskin (pasal 34)
Selain
hak, setiap warga negara juga memiliki kewajiban yang harus dijalankan secara seimbang
yang tertulis dalam UUD 1945, diantaranya:
1.
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (Pembukaan UUD 1945,
alinea 1
2. menghargai
nilai-nilai persatuan, kemerdekaan, dan kedaulatan bangsa (Pembukaan UUD 1945,
alinea III)
3. menjunjung
tinggi dan setia kepada konstitusi negara dan dasar negara (Pembukaan UUD 1945,
alinea IV)
4.
setia membayar pajak untuk negara (pasal 23 ayat 2)
5. wajib
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1)
6.
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1)
7.
menghormati bendera negara Indonesia sang merah putih (pasal 35)
8.
menghormati bahasa negara, bahasa Indonesia (pasal 36)
Terkadang, kita sebagai warga
negara lebih mendahulukan hak dari pada kewajiban. Padahal seharusnya hak dan
kewajiban dilaksanakan secara seimbang, sehingga proporsi antara hak dan
kewajiban itu cocok, tidak timpang ataupun hak lebih tinggi dan lebih banyak
dituntut dari pada kewajiban. Karena kita kurang memperhatikan kewajiban inilah
juga membuat jaminan kedudukan hukum tidak sama, disebabkan oleh orang yang
lebih banyak menuntut hak, sedangkan kewajibannya terlupakan. Maka dari itu,
dalam kehidupan negara kita saat ini banyak terjadi pelanggaran atau
penyimpangan terhadap jaminan persamaan kedudukan warga negara di depan hukum.
Sebagai contoh, penyimpangan yang
saat ini banyak terjadi di lingkungan kita yaitu diskriminasi terhadap
anak-anak. Di kota-kota, banyak anak-anak yang dibawah umur namun mereka sudah
dipekerjakan oleh orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga,
sedangkan orang tua yang seharusnya menafkahi anaknya malah hanya duduk dengan
santai melihat anaknya yang berkerja. Misalnya: di lampu lalu lintas, banyak
anak-anak kecil yang meminta-minta sedekah kepada para pengendara yang sedang
berhenti.
Selain merupakan contoh atas
diskriminasi terhadap anak, ilustrasi di atas tadi juga merupakan bukti bahwa
pemerintah kurang melindungi dan menjamin hak-hak anak-anak dan fakir miskin.
Fakir miskin masih belum terpenuhi kebutuhannya, mereka masih harus berkeliling
dijalananan dan meminta sedekah untuk memenuhi kebutuhannya, padahal seharusnya
mereka menjadi tanggung jawab pemerintah.
Karena banyaknya pelanggaran yang
dilakukan terhadap persamaan kedudukan warga negara, sebaiknya pemerintah
mencari cara untuk menegakkan peraturan perundang-undangannya. Banyak cara yang
dapat dilakukan untuk menegakkan hukum, misalnya dengan sosialisasi atau
penyuluhan tentang kesadaran hukum kepada masyarakat oleh pihak yang berwenang.
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan memperketat dan mempertegas pengawasan
terhadap hukum yang ada. Sebagai contoh, jika ada pelanggaran pihak yang
berwenang harus segera mengambil tindakan dan menangani penyimpangan tersebut.
Namun dalam menindaki pelanggaran, pihak yang berwenang harus mengikuti
prosedur hukum yang ada, jangan menyalahi aturan atau membuat jalan sendiri
dalam menanganinya.
Dari sisi masyarakatnya, kita
sebagai warga negara juga harus lebih sadar dan peka terhadap hukum yang
berlaku. Jika kita tahu perbuatan yang dilakukan itu melanggar hukum, maka
sebaiknya dihentikan. Kita juga harus menghargai dan menghormati kedudukan
orang lain yang sama-sama sebagai warga negara di Indonesia. Kita juga harus
menghormati hak-hak mereka sebagai warga negara, dan sebaliknya, kita juga
harus melaksanakan apa yang menjadi kewajiban kita sebagai warga negara.
·
Tanggapan
pribadi saya adalah, seharusnya tidak adanya
perbedaan hak antara satu warga negara
dengan yang lain. Dalam artian tidak ada perbedaan hukum bagi yang kaya ataupun
yang miskin. Hal ini sering terjadi dinegara kita dikarenakan masih banyanknya
praktik KKN yang menyebabkan si kaya dengan mudah lari dari hukum karena
memiliki relasi, uang sehingga mereka dapat dengan mudahnya bebas dari jeratan
hukum. Contohnya dalam kasus seorang nenek yang mencuri biji coklat dihukum
cukup lama sementara yang mencuri uang rakyat dan negara dalam jumlah yang
sangat besar dihukum dengan jeratan pidana yang tidak seberapa.
Faktor Penyebab
pelanggaran Hukum
Unsur-unsur
pokok dari perbuatan melawan hukum yang terdapat dalam pasal 1365 BW adalah:
1. Adanya
suatu perbuatan
2. Perbuatan
tersebut melawan hukum
3. Adanya
kesalahan dari pihak pelaku (baik kesengajaan ataupun kelalaian)
4. Adanya
kerugian bagi korban
5. Adanya
hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
Ø Unsur
kesalahan dianggap terpenuhi jika memenuhi salah satu diantara ketiga unsur
berikut ini:
1. Ada unsur
kesengajaan
2. Ada unsur
kelalaian (negligence, culpa)
3. Tidak
ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (misalnya: overmach, membeladiri, tidak
waras dll)
Ø Unsur
kesengajaan adalah sebagai berikut:
1. Adanya
kesadaran (state of mind) untuk melakukan
2. Adanya
konsekuensi dari perbuatan
3. Kesadaran
untuk melakukan, bukan hanya untuk menimbulkan konsekuensi, melainkan juga
adanya kepercayaan bahwa dengan tindakan tersebut “pasti” dapat
menimbulkan konsekuensi tersebut.
Ø Pada
hubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh adanya tindakan kesengajaan
tersebut, “rasa keadilan” meminta kepada hukum agar hukum lebih
memihak kepada korban dari tindakan tersebut, sehingga dalam hal ini, hukum
lebih menerima pendekatan yang “OBYEKTIF”.
Ø Penggunaan
pendekatan yang “OBYEKTIF” terhadap akibat dari perbuatan kesengajaan tersebut,
membawa konsekuensi-konsekuensi yuridis sebagai berikut:
1. Maksud
sebenarnya untuk melakukan perbuatan melanggar hukum yang lain dari yang
terjadi.
2. Maksud
sebenarnya untuk melakukan perbuatan melanggar hukum terhadap orang lain, bukan
terhadap korban.
3. Tidak
perlu punya maksud untuk merugikan atau maksud yang bermusuhan.
4. Tidak
punya maksud, tetapi tahu pasti bahwa akibat tertentu akan terjadi.
FAKTOR
KELALAIAN
Ø Perbuatan
Melawan Hukum dengan unsur kelalaian berbeda dengan unsur
kesengajaan. Pada unsur kesengajaan, ada niat dalam hati dari pihak pelaku
untuk menimbulkan kerugian tertentu bagi korban, atau palling tidak dapat
mengetahui secara pasti bahwa akibat dari perbuatannya tersebut akan terjadi.
Pada unsur kesengajaan tidak ada niat dalam hati pihak pelaku untuk menimbulkan
kerugian tersebut.
Ø Unsur
kelalaian adalah sebagai berikut:
1. Adanya
suatu perbuatan atau mengabaikan sesuatu yang semestinya dilakukan.
2. Adanya
suatu kewajiban kehati-hatian (duty of care.
3. Tidak
dijalankan kewajiban kehati-hatian tersebut.
4. Adanya
kerugian bagu orang lain.
5. Adanya
hubungan sebab akibat antara perbuatan atau tidak melakukan perbuatan dengan
kerugian yang timbul.
Ø Doktrin-doktrin
kelalaian;
1. Kelalaian
kontribusi (Contributory Negligence)
Mengajarkan
bahwa agar seorang korban dari perbuatan melanggar hukum dapat menuntut
pelakunya, korban tersebut haruslah dalam keadaan tangan yang bersih (clean
hand). Maksudnya adalah bahwa pihak korban tidak boleh ikut lalai, yang berarti
ikut juga mengkontribusikan terhadap kerugian yang ada.
Pesan
di belakang teori kelalaian kontributor ini adalah seseorang (dalam hal ini
korban) haruslah melindungi dirinya untuk tidak bertindak ceroboh (lalai) untuk
dirinya sendiri.
2.
Kelalaian Komparatif (Comparative Negligence)
Menurut doktrin ini, besarnya kerugian yang harus dibayarkan kepada korban
sebanding dengan kontribusi kesalahan dari pelaku dan korban sendiri.
3.
Kesempatan Terakhir (Last Clear Chance)
Doktrin
kesempatan terakhir (last clear chance) merupakan turunan dari doktrin
kelalaian kontribusi. Doktrin kesempatan terakhir ini mengajarkan bahwa jika
dalam suatu perbuatan melanggar hukum, pihak korban sebenarnya dapat mengambil
tindakan untuk menghindari terjadinya perbuatan tersebut, sedangkan kesempatan
untuk menghindari tidak dilakukan oleh korban, maka ganti rugi tidak dapat
dimintakan kepada pelaku perbuatan melanggar hukum, meskipun pelaku perbuatan
melanggar hukum tersebut dalam keadaan lalai.
Logika
dari doktrin ini adalah bahwa pihak korban juga ikut sebagai
penyebab (superseding cause) terhadap perbuatan melanggar hukum
tersebut.
Korupsi
1.
Mengapa korupsi berkembang dan tumbuh subur di Indonesia ?
Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi
maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Kasus-kasus korupsi di
Indonesia sudah sangat banyak. Bahkan sebagian ilmu sosial sudah menyatakan
bahwa korupsi itu sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia. Kalau benar
pernyataan tersebut, tentunya akan bertentangan dengan konsep bangsa Indonesia
yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di Pancasila, ataupun
seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang berkembang subur di
Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia
korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan, hal ini karena korupsi di
Indonesia berkembang dan tumbuh subur terutama di kalangan para pejabat dari level
tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT yang paling rendah. Perkembangan
yang cukup subur ini berlangsung selama puluhan tahun. Akibatnya penyakit ini
telah menjangkiti sebagian generasi yang kemudian diturunkan ke generasi
berikutnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk memutuskan rantai generasi
korupsi adalah dengan menjaga kebersihan generasi muda dari
jangkitan virus korupsi., Sehingga tidak heran jika negara Indonesia
termasuk salah satu negara terkorup di dunia.
Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat
pusat sampai daerah ; merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas para
pejabat pemerintahan kita. Namun apakah korupsi hanya diakibatkan oleh
persoalan moralitas belaka?.Setidaknya ada dua hal mendasar yang menjadi
penyebab utama semakin merebaknya korupsi. Pertama: mental aparat
yang bobrok. Menurut www.transparansi.or.id, terdapat banyak karakter
bobrok yang menghinggapi para koruptor. Di antaranya sifat tamak. Sebagian besar
para koruptor adalah orang yang sudah cukup kaya. Namun, karena ketamakannya,
mereka masih berhasrat besar untuk memperkaya diri. Sifat tamak ini biasanya
berpadu dengan moral yang kurang kuat dan gaya hidup yang konsumtif. Ujungnya,
aparat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Yang lebih mendasar
lagi adalah tidak adanya iman Islam di dalam tubuh aparat. Jika seorang aparat
telah memahami betul perbuatan korupsi itu haram maka kesadaran inilah yang
akan menjadi self control bagi setiap individu untuk tidak berbuat
melanggar hukum Allah. Sebab, melanggar hukum Allah, taruhannya sangat besar:
azab neraka. Kedua: kerusakan sistem politik, hukum dan
pemerintahannya. Kerusakan sistem inilah yang memberikan banyak peluang kepada
aparatur Pemerintah maupun rakyatnya untuk beramai-ramai melakukan korupsi.
Peraturan perundang-undangan korupsi yang ada justru diindikasi “mempermudah”
(Jika ada pejabat negara –setingkat bupati dan anggota DPR/D—tersangkut perkara
pidana harus mendapatkan izin dari Presiden) timbulnya korupsi karena hanya
menguntungkan kroni penguasa; kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan
yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang
tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan
perundang-undang.
Secara rinci beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya korupsi di
Indonesia yaitu:
Korupsi
sudah terjadi sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya bangsa Indonesia
tahun 1945an) dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara Indonesia ini.
Memang pada masa itu tak terdengar ada orang yang terseret ke pengadilan karena
kasus korupsi. Namun, dalam roman-roman Pramoedya Ananta Toer (Di Tepi Kali
Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut dan Cinta) tertulis sesuai dengan fenomena yang
ia ketahui di lingkungan sekitar terdapat orang-orang yang mengambil keuntungan
dari kekayaan negara untuk dirinya sendiri ketika yang lain berjuang
mempertaruhkan jiwa dan raga untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia.
Setelah tahun 1950an Pramoedya Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul
“Korupsi” yang mengisahkan pegawai negeri yang melakukan korupsi secara
kecil-kecilan. Kemudian di sebutkan Mr. M... seorang pegawai negeri yang
diseret ke pengadilan dan dijatuhi hukuman karena kasus korupsi.
Korupsi
berjalan sebagai suatu sistem yang dikerjakan secara berjama’ah dan sangat
rapi. Sejak jaman pemerintahan Soeharto, korupsi kian marak dilakukan secara
berjama’ah, saling mendukung dan saling menutupi satu sama lain dalam suatu
sitem yang rapi dan saling bekerjasama, sehingga kasus korupsi sulit sekali
terbongkar dan diselidiki. Akibatnya dalam menangani kasus ini sangat rumit dan
susah terungkap, hal tersebut dikarenakan para pelaku korupsi merupakan
orang-orang yang memiliki intelegensi tinggi (orang-orang pintar) yang bisa
memutar balikkan fakta serta menutup rapat tindakan yang mereka lakukan.
Konsentrasi
kekuasan, pada pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik dan
juga kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan pemerintah yang
biasanya dengan kebijakan tersebut memungkikan para penguasa mudah dalam
melakukan tndakan korupsi dan menutupi kesalahannya.
Kampanye-kampanye
politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang
normal. Kampanye yang begitu mahal dalam mencalonkan diri menjadi kepala-kepala
pemerintahan baik pada tingkat pusat maupun daerah merupakan salah satu faktor
penyebab maraknya kasus korupsi di Indonesia. Hal ini terjadi karena mereka
ingin mengembalikan modal dari uang yang telah mereka kaluarkan untuk
mencalonkan diri dan mengikuti kampanya. Selain mengembalikan modal tentunya
mereka juga berharap mendapatkan keuntungan yang lebih dari modal yang telah
mereka keluarkan.
Proyek
yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Sekarang ini banyak sekali
proyek-proyek pembangunan baik infrastuktur maupun sumber daya manusia yang
menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diketahui
misalnya dalam hal pembangunan SDM pada acara seminar/workshop-workshop yang
mengeluarkan biaya tidak sedikit. Mereka biasanya melakukan workshop di hotel
berbintang, ditempat yang relatif jauh dan dengan alasan refreshing sehingga
menguras dana rakyat sangat besar, padahal kebanyakan mereka disana tidak fokus
untuk mengikuti workshop dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka,
melainkan mereka banyak menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan,
shoping, dan sebagainya. Kemudian pembangunan infrastruktur yang tidak
semestinya seperti pembangunan toilet DPR yang menghabiskan uang puluhan juta
rupiah.
Lingkungan
tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”. Lingkungan
yang tertutup sangat memungkinkan terjadinya kasus korupsi karena mereka akan
dapat dengan mudah melakukan tindakan korupsi secara berjama’ah dalam
lingkungannya sehingga orang lain yang berada diluar jaringan sulit untuk
mengontrol dan mengetahui tindakan-tindakan yang mereka lakukan termasuk
tindakan korupsi.
Lemahnya
ketertiban hukum. Ketertiban hukun di Indonesia ini dapat diibaratkan seperti
pisau. Ia akan sangat tegas menghukum masyarakat bawah ketika melakukan
tindakan kejahatan seperti mencuri sandal jepit, mencuri ayam, dsb. Namun untuk
kelas atas yang mencuri uang rakyat sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah
hukum sulit sekali ditindak, sepertinya kasusnya sangat berbelt-belit dan sulit
sekali diungkap. Selain itu banyak kasus pejabat-pejabat negara yang terlibat
kasus korupsi mendapat perlakuan khusus ketika di dalam penjara, seperti
pemberian fasilitas yang mewah, dapat menyogok aparat penegak hukum agar bisa
jalan-jalan keluar tahanan bahkan sampai keluar negeri.
Lemahnya
profesi hukum. Prosesi hukum yang sangat berbelit belit dan sulit sekali untuk
mengungkap kasus korupsi merupakan salah satu penyebab para aparat negara untuk
melakukan korupsi. Mereka tidak takut terlibat kasus korupsi karena mereka
beranggapan bahwa kasus yang akan mereka lakukan bakal sulit terungkap atau
bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat penegak hukum dalam melakukan
tugasnya masih dapat disogok dengan sejumlah uang agar menutupi kasusnya dan
membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi.
Rakyat
mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat pencalonan seorang
pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan mau memilih calon
tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money politic).
Ketidak
adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”.
Pihak kontrol di Indonesia ini sangatlah lemah, bahkan pihak kontrol sendiri
banyak yang terlibat kasus suap sehinga mereka dapat dengan mudah membiarkan
kasus-kasus kampanye dengan uang. Dan bisa dibilang mereka membiarkn kasus suap
karena mereka sendiri telah disuap.
Kurangnya
keimanan dan ketakwaan para pemimpin dan birokrat negara kepada Tuhan YME.
Lemahnya tingkat keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME merupakan salah satu
faktor utama maraknya kasus korupsi di negeri ini. Mereka tidak takut terhadap
dosa dari perilaku yang telah mereka lakukan, jika mereka takut terhadap dosa
dan ancaman yang diberikan akibat perbuatan mereka pasti para pemimpin dan
borokrat negara ini tidak akan melakukan perbuatan korupsi walaupun tidak ada
pengawasan. Sebab mereka dengan sendirinya akan merasa diawasi oleh Tuhan YHE
dan takut terhdap ancaman dosa yang dapat menyeret mereka dalam lembah
kesengsaraan yaitu neraka.
Dengan melihat beberapa kondisi di atas maka memang sudah sewajarnya perilaku
korupsi itu mudah timbul, berkembang dan tumbuh pesat di Indonesia. Penyebab
utama dari tindakan korupsi tersebut dikarenakan lemahnya penegak hukum di
Indonesia. Indonesia banyak memiliki undang-undang dan peraturan-peraturan yang
mengatur tentang pelarangan tindak korupsi, akan tetapi peraturan-peraturan
tersebut tidak di tegakkan dan dijalankan secara optimal. Lemah dan rendahnya
tingkat keimanan (religius), menipisnya etika dan moral seseorang juga dapat
menjadi faktor menyebabkan seseorang mudah tergiur dengan uang, harta,
kekayaan, sehingga mereka tidak bisa membentengi diri mereka dari godaan-godaan
yang mendorong mereka untuk melakukan tindakan korupsi.
Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah para penegak hukum itu sendiri,
mereka tidak tegas dalam mengusut dan memberantas tindakan korupsi di
Indonesis. Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental para
penegak hukum di Indonesia. Lagi-lagi karena pengaruh budaya korupsi yang sudah
cukup kronis menjangkiti Indonesia. Para petugas hukum yang
ditugaskan untuk mengadili para koruptor alih-alih malah menerima amplop dari
para koruptor. Ditugaskan menjadi petugas pemberantas korupsi malah
menggadaikan diri menjadi koruptor. Inilah hal miris yang kerap dialami
disetiap penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia. Bagaimana mungkin
seorang petugas hukum akan tegas memberikan hukuman pada koruptor, kalau
dirinya sendiri ternyata juga seorang koruptor.
2.
Bagaimana cara untuk mengatasi kasus korupsi di Indonesia?
Pada saat ini tindakan korupsi di Indonesia semakin hari semakin berkembang
pesat, di berbagai media massa baik media elektronik maupun media cetak fokus
berita utamanya kebanyakan mengenai tindakan korupsi di kalangan pejabat. Virus
korupsi di Indonesia sudah menyerang seluruh kalangan pejabat dari level
tertinggi tingkat negara sampai dengan tingkat RT/ RW. Kita sebagai warga
negara Indonesia, generasi muda, penerus perjuangan bangsa, kita harus ikut
andil paling tidak dapat menekan jumlah tindakan korupsi di Indonesia. Di mulai
dari hal yang terkecil, yaitu disiplin dan jujur dalam segala hal,
contohnya: sebagai seorang mahasiswa kita harus disiplin dalam mengikuti mata
kuliah, disiplin dalam mengerjakan tugas, tidak jujur dalam mengerjakan ujian
dll. Apabila dalam hal disiplin yang terkecil itu saja kita tidak bisa
menerapkan dalam diri kita sebagai seorang mahasiswa, berarti itu sama saja
kita telah melatih diri kita untuk menjadi seorang koruptor.
Beberapa
cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah kurupsi di Indonesia yaitu:
Adanya
kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi
politik dan kontrol sosial, dengan tidak bersifat acuh tak acuh. Kesadaran
rakyat dalam memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani yang dianggap paling
baik dan tidak menerima suap merupakan salah satu langkah untuk menghindari
adanya kasus korupsi.
Menanamkan
aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
Penanaman nasionalisme sejak dini pada generasi penerus bangsa juga sangat
diperlukan agar mereka mencintai bangsa dan negara indonesia diatas
kepentingannya sendiri sehingga kelak jika menjadi pemimpin ia akan menjadi
sesosok pemimpin yang memikirkan bangsa Indonesia diatas kepentingan
pribadinya.
Para
pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. Para
pemimpin saat ini haruslah menjadi teladan yang baik bagi generasi penerus
bangsa, yaitu sesosok pemimpin yang jujur, adil, dan anti korupsi, serta
berupaya keras dalam membongkar dan memberikan sanksi yang tegas kepada para
pelaku korupsi, bukan malah sebaliknya.
Adanya
sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi.
Sanksi yang tegas dan tidak memihak memang sangat diperlukan dalam menangani
kasus korupsi di Indonesia. Para pelaku korupsi harus dijatuhi hukuman setimpal
yang dirasa dapat memberikan efek jera dan takut baik bagi pelaku maupun orang
lain yang akan melakukan tindakan korupsi.
Reorganisasi
dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah
departemen, beserta jawatan dibawahnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
penggunaan dana rakyat yang seharusnya dapat digunakan seefisien mingkin. Serta
untuk membentuk sistem baru yang terorganisir dengan adil dan jauh dari
korupsi.
Adanya
sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan
sistem “ascription”.
Penetapan
sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan
sebaik-baiknya. Itu sulit berjalan dengan baik, bila gaji mereka tidak
mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup
serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarganya. Maka, agar bisa bekerja
dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, kepada mereka harus
diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Karena itu, harus ada upaya
pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan tunjangan di negeri ini.
Memang, gaji besar tidak menjamin seseorang tidak korupsi, tapi setidaknya
persoalan rendahnya gaji tidak lagi bisa menjadi pemicu korupsi.
Sistem
budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi,
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Perhitungan
kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan
bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena
telah melakukan korupsi. Bisa saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari
warisan, keberhasilan bisnis atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan
kekayaan dan pembuktian terbalik sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar
bin Khattab menjadi cara yang tepat untuk mencegah korupsi. Semasa menjadi
Khalifah, Umar menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir
jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan diminta
membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal.
Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang
sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat curang. Tapi anehnya cara ini
justru ditentang oleh para anggota DPR untuk dimasukkan dalam
perundang-undangan.
Larangan
menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada
aparat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu, karena untuk apa memberi
sesuatu bila tanpa maksud, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak sesuai
dengan harapan pemberi hadiah. Saat Abdullah bin Rawahah tengah menjalankan
tugas dari Nabi untuk membagi dua hasil bumi Khaybar – separo untuk kaum Muslim
dan sisanya untuk orang Yahudi – datang orang Yahudi kepadanya memberikan suap
berupa perhiasan agar mau memberikan lebih dari separo untuk orang Yahudi.
Tawaran ini ditolak keras oleh Abdullah bin Rawahah. Tentang suap Rasulullah
berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud).
Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata, “Hadiah yang diberikan
kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah
kufur” (HR. Imam Ahmad). Suap dan hadiah akan berpengaruh buruk pada
mental aparat pemerintah. Aparat bekerja tidak sebagaimana mestinya sampai dia
menerima suap atau hadiah. Di bidang peradilan, hukum pun ditegakkan secara
tidak adil atau cenderung memenangkan pihak yang mampu memberikan hadiah atau
suap.
Pengawasan
masyarakat. Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi.
Masyarakat yang bermental instan akan cenderung menempuh jalan pintas dalam
berurusan dengan aparat dengan tak segan memberi suap dan hadiah. Sementara
masyarakat yang mulia akan turut mengawasi jalannya pemerintahan dan menolak
aparat yang mengajaknya berbuat menyimpang. Dengan pengawasan masyarakat,
korupsi menjadi sangat sulit dilakukan. Bila ditambah dengan teladan pemimpin,
hukuman yang setimpal, larangan pemberian suap dan hadiah, pembuktian terbalik
dan gaji yang mencukupi, insya Allah korupsi dapat diatasi dengan tuntas.
Pentingnya
ajaran agama
Kasus korupsi seperti ini sebenarnya tidak akan terjadi apabila semua pemimpin
atau birokrasi pemerintahan mempunyai landasan agama yang kuat. Dalam semua
ajaran agama pastinya melarang perbuatan korupsi. Korupsi sama saja dengan
mencuri, mencuri uang rankyat dan menyengsarakan mereka. Hal tersebut merupakan
perbuatan dosa yang dapat membawa kita kelembah kesengsaraan yaitu neraka.
Darah dan tubuh dari pelaku korupsi beserta anggota keluarga yang menikmati
harta hasil korupsi tersebut telah tercemari oleh makanan haram hasil korupsi
yang tidak akan berkah dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Jika seseorang
memiliki landasan agama yang kuat, mereka pasti tahu dan akan takut melakukan
perbuatan korupsi sehingga secara otomatis mereka akan menjahui perilaku ini
dengan sendirinya tanpa perlu adanya paksaan dan pengawasan khusus, sebab
mereka telah merasa diawasi oleh Tuhan YMK. Maka dari itu pendidikan agama dan
penanaman Iman dan Takwa sangat diperlukan guna mengurangi atau bahkan
menghilangkan terjadinya kasus korupsi yang sekarang ini kian merajalela di
Indonesia.
Pentingnya
peran pendidikan
Terlepas dari masalah korupsi itu sebagai budaya atau bukan yang jelas peran
pendidikan akan dapat membantu meningkatkan ketahanan masyarakat dalam
menghadapi dan memberantas korupsi Pendidikan merupakan instrumen penting dalam
pembangunan bangsa baik sebagai pengembang dan peningkat produktivitas nasional
maupun sebagai pembentuk karakter bangsa.. Buruknya manusia dapat ditranformasikan
ke dalam hal yang positif melalui pendidikan, karena pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Pendidikan merupakan upaya normatif yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang
menjadi bagian dari kehidupan bangsa, yang dengannya nilai tersebut dapat
dilanjutkan melalui peran transfer pendidikan baik aspek kognitif, sikap maupun
ketrampilan. Pendidikan membimbing manusia menjadi manusia manusiawi yang makin
dewasa secara intelektual, moral dan sosial, dalam konteks ini pendidikan
merupakan pemelihara budaya. Namun demikian dalam konteks perubahan yang cepat
dewasa ini pendidikan tidak cukup berperan seperti itu namun juga harus mampu
melakukan transformasi nilai dalam tataran instrumental sesuai dengan tuntutan
perubahan dengan tetap menjadikan nilai dasar sebagai fondasi.
Kita sebagai mahasiswa (tidak semua orang bisa menuntut ilmu di perguruan
tinggi) harus bersyukur dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu kita, karena
ditangan kitalah nasib negara ini mau dibawa ke arah mana, apakah menjadi
negara yang menempati pringkat tertinggi di dunia dalam prestasi atau malah
menjadikan negara ini lebih korup dari yang sekarang ini.
REFERENSI
:
·
Rosidi Ajib.2006.Korupsi Dan
Kebudayaan.Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
·
http://aldinobahtiar.wordpress.com/2010/05/09/soft-skill-dan-perilaku-korupsi/
· http://vinda-y-n-feb10.web.unair.ac.id/artikel_detail-39203-Umum-Penyebab%20Kasuskasus%20Korupsi%20di%20Indonesia%20Tak%20Terselesaikan.html
·
http://uharsputra.wordpress.com/artikel/budaya-korupsi-dan-pendidikan/